Tanggamus, Lampung – wartaonelampung.com,Program bantuan permakanan bagi penyandang disabilitas tahun 2025 yang bersumber dari Kementerian Sosial (Kemensos) diduga kuat mengalami penyimpangan serius di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.
Bantuan yang seharusnya diberikan dalam bentuk makanan siap saji dua kali sehari, justru ditemukan diganti menjadi uang tunai bahkan sembako.
Praktik ini tidak hanya melanggar petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan, tetapi juga berpotensi menyebabkan kerugian negara serta merugikan hak penyandang disabilitas sebagai penerima manfaat.
Program ini dilaksanakan oleh Yayasan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) Alamanda, dengan dana yang dikirim Kemensos langsung ke Kantor Pos Gisting dan diambil tiap bulan oleh ketua yayasan.
Sejak dimulai pada 15 Januari 2025, program ini seharusnya menyalurkan makanan dalam bentuk nasi kotak dua kali sehari senilai Rp15.000 per porsi, atau Rp30.000 per orang per hari.
Namun dalam praktiknya di lapangan, ditemukan tiga pola pelanggaran utama:
1. Makanan diganti uang tunai
Di sejumlah kecamatan di Tanggamus, penerima tidak menerima makanan sama sekali, melainkan uang tunai dengan nominal bervariasi antara Rp160.000 hingga Rp200.000 untuk periode 10–15 hari. Nominal ini jauh dari nilai seharusnya sesuai juknis.
2. Pemberian makanan asal-asalan dan manipulatif
Di wilayah yang lebih terjangkau, makanan tetap diberikan, namun hanya satu kali dalam bentuk dua bungkus nasi sekaligus, bukan dua kali pengantaran pagi dan sore. Parahnya, bungkus nasi tersebut hanya difoto di atas kotak nasi agar terlihat sesuai untuk laporan, padahal kenyataannya tidak demikian.
3. Makanan diganti sembako
Di wilayah seperti Kecamatan Naningan, bantuan makanan diganti dengan paket sembako. Alasan jarak distribusi dan potensi makanan basi digunakan sebagai pembenaran, sementara juknis menyatakan bantuan harus berupa makanan siap konsumsi, bukan bahan mentah.
Ironisnya, pelaksana program diduga melibatkan seorang ASN aktif, Roswati Purwantari, yang menjabat sebagai guru di SD Negeri Talang Lebar, Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus.
Ia juga menjabat sebagai Ketua Yayasan LKS Alamanda. Dalam konfirmasi, Roswati membenarkan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pendamping di Talang Padang, yang terungkap pada bulan Juni 2025.
Roswati mengaku mengetahui pelanggaran itu setelah dihubungi oleh pembinanya yang diketahui merupakan anggota DPRD Provinsi Lampung. Dalam komunikasi itu, ia diminta segera menindaklanjuti dan menyelesaikan laporan penyimpangan yang mulai mencuat. Sebagai bentuk respons, Roswati mengklaim telah memecat pendamping yang bersangkutan.
Ia juga membenarkan bahwa bantuan uang diberikan dengan nominal jauh di bawah standar, yakni Rp10.000-Rp12.000 per makan, dan makanan diberikan sekaligus dua bungkus dalam satu waktu demi efisiensi waktu dan medan distribusi.
Namun, ia membantah adanya penggantian makanan dengan sembako, meskipun temuan di Kecamatan Naningan membuktikan sebaliknya.
Terkait posisinya sebagai ASN, Roswati berdalih bahwa ia menjabat sebagai ketua yayasan sebelum program permakanan disabilitas dijalankan. Namun secara aturan, juknis Kemensos melarang keterlibatan langsung ASN dalam pelaksanaan program bantuan sosial.
Hingga kini, belum ada kepastian apakah kelebihan anggaran yang tidak tersalurkan sesuai juknis akan dikembalikan kepada penerima manfaat atau ke negara.
Dugaan pelanggaran di Kabupaten Tanggamus ini semakin memperkuat urgensi pengawasan ketat dan langkah hukum tegas terhadap program sosial yang menyasar kelompok paling rentan di masyarakat. (RN)